London
- Suatu saat sekitar bulan November 1959 Bill Shankly yang menjadi pelatih di
Huddersfield didatangi dua petinggi dari Liverpool. Terjadi percakapan yang
cuplikannya kira-kira seperti ini:
"Tidakkah
Anda berminat menjadi pelatih di klub terbaik Inggris?" tanya salah satu
dari kedua petinggi Liverpool itu.
"Mengapa?
Apakah Matt Busby mengundurkan diri?’" Shankly balas bertanya.
Kita
tahu apa yang ada di benak Shankly, karena Matt Busby sedang berproses menjadi
pelatih legendaris Manchester United dan klub itu sedang merajai dunia
persepakbolaan Inggris. Sedangkan Liverpool saat itu sudah cukup bergembira duduk
di papan tengah divisi dua versi lama Liga Inggris.
Ini
sekadar ilustrasi bahwa sebenarnya persaingan paling sengit di antara kedua tim
tersebut belumlah terlalu lama. Kalau dihitung sejak Shankly memegang Liverpool
tahun 1959, maka persaingan sengit MU dan Liverpool baru berlangsung 50 tahun.
Jauh lebih muda dari persaingan sengit antara Liverpool dan Everton yang sudah
ada sejak 50 tahun sebelumnya, atau Manchester United dan Manchester City, atau
Arsenal dan Tottenham sejak tahun 1930-an, serta Chelsea dan Fulham ataupun
Burnley dan Blackburn.
Shankly
mengagumi pemain-pemain MU maupun klub itu, tetapi pada saat bersamaan
mempunyai tekad membara untuk menggoyang hirarki persepakbolaan Inggris.
Membawa Liverpool kembali ke puncak persepakbolaan Inggris. Dialah yang
sesungguhnya memantik persaingan sengit antara kedua klub raksasa Inggris ini.
Shankly
yang prestasinya biasa-biasa saja sebelum memegang Liverpool, hanya dalam waktu
lima tahun membawa Liverpool dari klub papan tengah divisi dua menjadi juara
divisi satu menyingkirkan MU maupun -- yang lebih penting lagi sebenarnya --
musuh bebuyutan satu kota sekaligus juara bertahan, Everton. Dua tahun kemudian
di tahun 1966 ia mengulangi prestasi itu. Tahun 1965 ia membawa Liverpool
menjuarai Piala FA untuk pertama kalinya.
Shankly
tidak lagi membawa Liverpool menjadi juara divisi satu hingga tahun 1973. Namun
dalam proses kebangkitan Liverpool ia menanamkan rasa percaya diri yang luar
biasa bahwa Liverpool tidak kalah besar dengan klub lain. Bahwa bermain untuk
Liverpool adalah sebuah kehormatan. Dan andaipun Liverpool tidak menjadi juara,
sangat penting untuk mengalahkan mereka yang dianggap terbesar dan tersukses,
bagaimanapun caranya, bermain habis-habisan seolah mati hidup tergantung pada
pertandingan itu.
Shankly
dengan sengaja menjadikan MU sebagai sasaran. Apalagi ketika mereka di tahun
1968 menjadi klub Inggris pertama yang memenangi Piala Champions. Boleh saja MU
waktu itu menganggap dirinya klub tersukses, tetapi bertemu Liverpool mereka
tahu reputasi itu tak ada artinya. Pertandingan akan berlangsung seperti
pertempuran habis-habisan.
Adalah
"kehendak" sejarah bahwa di tahun 1970-an MU dan Liverpool bertukar
posisi. Ketika revolusi yang diawali oleh Shankly diteruskan Bob Paisley dan kemudian
Joe Fagan – dua asisten pelatih Shankly -- membuat Liverpool bukan saja raja
Inggris tetapi juga Eropa, nasib MU terpuruk-puruk bahkan sempat terdegradasi
ke divisi dua di tahun 1975. Namun perseteruan antara kedua klub sudah
terlanjur mapan dan tidak mengendor untuk tidak dikatakan malah makin sengit.
Liverpool ganti menjadi klub paling sukses di Inggris tetapi mereka tahu
melawan MU adalah persoalan berbeda. MU akan menjadi “Setan Merah” yang
sesungguhnya dan Liverpool harus bersiaga tanpa henti.
Sejak
pertengahan tahun 60-an itulah pertarungan MU melawan Liverpool menjadi salah
satu pertandingan paling sengit dan paling ditunggu publik Inggris, seolah
lepas dari konteks keseluruhan kompetisi liga. Kedua klub seperti bertekad,
kalaulah tidak menjadi juara maka yang lebih utama bagi MU adalah mengalahkan
Liverpool, begitupun sebaliknya.
Kedua
klub saling mengukur pencapaian prestasi mereka dari apa yang sudah diraih oleh
keduanya. Ingatkah Anda ketika Alex Ferguson untuk pertama kalinya datang ke MU
lebih 20 tahun silam? Ketika ditanya wartawan salah satu target utamanya
menjadi pelatih di Old Trafford, Ferguson tanpa sungkan menjawab:
"Menendang Liverpool dari puncak hirarki sepakbola Inggris."
Seperti
Shankly di Liverpool, Ferguson melakukan revolusi di MU. Bedanya, Ferguson
bukan sekadar memulai revolusi tetapi juga menjaga revolusi itu untuk tidak
padam. Ia masih saja menjadi pelatih hingga kini. Ia memegang janjinya untuk
menendang Liverpool dari puncak hirarki sepakbola Inggris. Entah untuk berapa
lama lagi.
0 komentar:
Posting Komentar