Guadalajara
adalah kota terbesar kedua di Meksiko dengan populasi 3 juta jiwa. Sebagai kota
di Meksiko, Guadalajara tak lepas dari kebudayaan dan bahasa Spanyol yang
pernah lama menjajah mereka. Di sepak bola, peran Spanyol justru kecil.
Klub ini
pertama kali didirikan pada tanggal 8 Mei 1906 oleh orang Belgia, Edgar
Everaert dengan nama Club Union. Karena Everaert juga penggemar Club Brugger di
Belgia, maka seragam Club Union pun dibuat sama. Yakni, setrip merah-putih.
Edgar Everaert
Baru pada
tahun 1908, nama klub diganti menjadi Guadalajara, sesuai nama kota tempat
pendiriannya. Alasannya Guadalajara ternyata memiliki arti yang bagus. Sebagai
catatan, Guadalajara ternyata juga bukan dari bahasa Spanyol melainkan bahasa
Arab yaitu wad al hidjara, yang artinya sungai di antara tebing-tebing.
Filosofi ini
dianggap cocok dengan klub Guadalajara yang ingin mengalir menerjang tebing,
demi meraih kebesaran. Anehnya, kehadirannya sempat menjadi olok-olok. Awalnya,
Guadalajara sering diteriaki chivas (bahasa Spanyol yang artinya
anak-anak, dan dalam bahasa prokem berarti segerombolan kambing).
Ejekan itu tak
diambil hati. Bahkan kata chivas akhirnya malah dijadikan julukan yang
dibanggakan. Sejak era persepakbolaan professional Meksiko pada tahun 1948,
Guadalajara baru menemukan kebesarannya pada pertengahan tahun 1950-an. Gelar
juara pertama disabet pada musim kompetisi 1956-57.
Guadalajara 1956-57
Sempat
mengalami krisis keuangan pada awal tahun 1990-an, tapi kemudian diselamatkan
oleh grub perusahaan Promotea di bawah Jorge Vergara. Sejak itu, Guadalajara
kembali besar, bahkan menjadi salah satu klub terbesar di Meksiko selain Cruz
Azul. Guadalajara telah menjuarai Liga Meksiko sebanyak 11 kali.
KLUB
ULTRANASIONALIS
Guadalajara
tidak seperti klub Meksiko lainnya. Klub ini memiliki nasionalistis yang sangat
bangga terhadap Meksiko dan bertekad menjadi lokomotif kemajuan sepakbola
negerinya.
Guadalajara
ingin menjadi symbol kebanggaan dan kebesaran sepakbola Meksiko. Sebab itu,
sejak lama tak pernah memakai pemain maupun pelatih asing. Jajaran pengurus pun
orang Meksiko asli. Jika jaya, absahlah kebanggaan bahwa kejayaan itu murni
dari hasil kerja keras anak-anak negeri sendiri.
Gaya sepak
bola pun tak jauh beda yang enggan mengadopsi karakter negeri lain. Meksiko
harus mempunyai cirri khas sepak bolanya sendiri dan harus sukses bersamanya.
Itu yang ingin ditunjukkan Guadalajara.
Saking
bangganya sebagai Meksiko asli, tim ini digelari Jemaah Suci (bahasa Spanyol:
Rebano Sagrado) karena membawa misi-misi suci demi kebanggaan dan harga diri
orang Meksiko. Sebab itu, seusai Guadalajara mengalahkan klub Meksiko lainnya,
Pechucha, di babak 16 besar Piala Libertadores tahun 2005, harian Meksiko
Ovacion menulis, “Bangga sebagai Meksiko.” Apalagi kemudian menghajar Boca
Junior 4-0 pada Leg-1 Perempatfinalnya.
“Sangat
membanggakan. Kami terdiri dari orang Meksiko asli dan mampu menunjukkan
permainan hebat. Kami juga memainkan sepak bola kami sendiri,” ucap Galindo,
pelatih Guadalajara saat itu.
Sikap
ultranasionalistis dan antipemain asing itu bukan dominasi Galindo atau para
pemain. Begitu juga fans dan pemilik klub, Jorge Vergara. Bahkan, Vergara
berani mengecam beberapa klub Meksiko yang memakai pemain asing seperti Cruz
Azul dan Pechucha. Menurutnya, mereka tidak memiliki kepercayaan diri yang
cukup sebagai orang Meksiko.
Juara Liga Meksiko 2006
“Mereka lebih
sebagai wakil Amerika daripada Meksiko. Sangat menyedihkan!” kecamnya. “Sangat
memalukan jika klub Meksiko tak percaya kepada pemain pribumi. Kita harus
mempercayai pemain asli Meksiko. Jika tidak, bagaimana bisa kita mendapatkan
tim nasional yang berkualitas. Tak perlu pemain asing untuk meningkatkan
standar sepak bola Meksiko,” tegas Vergara.
Semangat itu
pula yang menjadi energy lebih dari Guadalajara. Mereka tak pernah takut,
bahkan cenderung luar biasa jika bertemu dengan klub yang punya nama besar.
Semangat Jemaah Suci memang tak bisa disepelekan.
0 komentar:
Posting Komentar