Bagi masyarakat London, bahkan Inggris secara umum, Stadion Highbury memiliki banyak arti. Meski rancangannya sederhana dan ukurannya tak terlalu besar, stadion di London Utara ini tetap memiliki citra keagungan yang cukup sakral. Terlebih lagi bagi pemain, Highbury bak rumah terindah yang sulit ditinggalkan.
Lapangan di
Highbury tergolong paling kecil di Inggris (101 meter x 67 meter), membuat
kedekatan suporter dan pemain begitu erat. Ikatan emosinya pun begitu besar.
Seolah, bermain di stadion itu seperti berinteraksi dengan penonton secara
konstan.
Wajar jika
para pemain yang pernah membela Arsenal saat masih bermarkas di stadion itu
merasa memiliki kekuatan lebih jika tampil kandang. Selain karena hipnotis
penonton atau juga sugesti sejarah, mereka jadi merasa memiliki energi lebih.
"Highbury
sejajar dengan Stade de France di Perancis. Bermain di stadion ini memiliki
hubungan yang begitu aneh dan membangkitkan semangat. Ada gairah besar,
komitmen, dan kehangatan antara pemain dan suporter. Saya akan selalu merasakan
hal itu sampai akhir hayat nanti," kata mantan pemain "The Gunners"
asal Perancis, Emmanuel Petit.
"Benar.
Beruntung Arsenal punya Highbury. Setiap tampil kandang, Arsenal sulit
dikalahkan. Ada kekuatan ekstra yang begitu nyata di sini," timpal eks
"The Gunners" lain, Niall Quinn.
Terutama bagi
Arsenal, Highbury memang citra agung yang sulit dilupakan. Selama bermarkas di
stadion ini, "The Gunners" meraih 73 gelar dari berbagai kompetisi
dan turnamen di sepanjang sejarahnya. Raihan prestasi yang cukup menakjubkan.
Maka dari itu, kebesaran Arsenal tak pernah dipisahkan dari stadion ini.
Stadion ini
juga pernah melambungkan kebanggaan dan harga diri bangsa Inggris. Pada periode
1920 sampai 1961, Highbury menggelar 12 pertandingan timnas Inggris. Kebanyakan
partai persahabatan. Namun, yang paling berkesan tentu pada 1934, ketika timnas
Inggris menantang juara Piala Dunia tahun itu, Italia. Dengan gagah, Inggris
mengalahkan Italia 3-2. Sepak bola Inggris pun bisa bertepuk dada. Seolah
mereka memproklamasikan diri sebagai juara dunia tanpa mahkota.
Tak bisa
disangkal jika kemudian Highbury begitu sakral dan agung, meski bangunan
stadion ini termasuk sederhana. Ukurannya juga tak sebesar stadion di Inggris
lainnya, seperti Old Trafford atau Wembley. Pada 1999 sampai 2000, Arsenal
sempat mengingkari Highbury dan bermain di Wembley untuk pertandingan Liga
Champions. Hasilnya justru buruk. Dari enam partai hanya menang dua kali, seri
sekali, dan kalah tiga kali. Maka dari itu, kemudian Arsenal pun tetap di
Highbury dalam kompetisi apa pun.
Itu karena
Highbury begitu matang dan dewasa sebagai stadion. Dibangun pada 1913, Highbury
menjadi bagian dari catatan sejarah, baik sejarah sepak bola maupun sejarah
umum bagi Inggris. Di sini pula keselamatan negara pernah dipertaruhkan.
Pada Perang
Dunia II, Inggris sempat kecolongan dan diserang bom oleh musuh-musuhnya.
Sebuah bom sempat menghantam beberapa wilayah di London, salah satunya
menghancurkan teras utara Highbury.
Justru karena
letaknya yang begitu strategis dalam strategi perang, Highbury justru akhirnya
digunakan Pemerintah Inggris sebagai pusat Air Raid Precaution (ARP). Ini
adalah semacam lembaga pencegahan serangan udara dari lawan. Stadion ditutup
untuk sepak bola, tetapi tetap memiliki makna dan peran. Arsenal pun terpaksa
harus meminjam stadion musuh bebuyutannya (Tottenham Hotspur), yakni White Hart
Lane.
Setelah
perang, stadion ini kembali bersinar. Bahkan, tak hanya sepak bola yang digelar
di sini. Pernah dipakai pula untuk baseball bahkan tinju. Yang terkesan tentu
perebutan gelar dunia kelas berat antara Muhammad Ali lawan Henry Cooper pada
1966.
Dua Versi
Arsenal
awalnya bermarkas di Manor Ground, Plumstead, London Timur. Namun, karena
tempat itu juga bagian dari areal olahraga dan rekreasi sekolah setempat, klub
terpaksa harus mencari tempat baru. Arsenal harus pindah cepat.
Highbury
menjadi pilihannya. Pembangunan stadion pun dilaksanakan, tetapi agak
terburu-buru. Dana yang dikeluarkan pun hanya 125.000 poundsterling. Cukup
sederhana untuk ukuran waktu itu, tetapi ternyata lumayan memuaskan. Sebab,
antusias penonton cukup tinggi.
Didesain
arsitek Archibald Leitch, stadion ini awalnya hanya memiliki tribun tunggal di
sisi timur. Tiga sisi lainnya hanya areal penonton tanpa kursi dan atap. Nyaris
seperti stadion di tingkat kecamatan. Itu versi pertama Highbury.
Awal 1930,
dengan desain arsitek Claude Waterlow Ferrier dan William Binnie, tribun barat
pun didirikan. Stadion ini pun menjadi tampak megah. Tahun 1932, renovasi itu
selesai sudah dengan biaya hanya 45.000 poundsterling. Desain kedua arsitek itu
dilanjutkan kembali pada 1936. Tribun timur bikinan Leitch dihancurkan dan
diganti baru. Keseluruhan stadion pun selesai dengan menghabiskan biaya 130.000
poundsterling.
Di tribun
selatan diberi jam dinding besar sehingga sisi itu terkenal dengan Clock End.
Highbury pun jadi tampak gagah, meski bentuknya kotak. Justru karena itu,
Highbury memiliki kekhasannya.
Renovasi
kecil-kecilan sebenarnya sering dilakukan. Namun, bentuk lama tetap bertahan
sehingga kewibawaan Highbury tetap terjaga. "Stadion ini dibangun pada
awal abad ke-20. Namun hingga kini kewibawaannya tak kalah dari stadion megah
lainnya," puji eks pemain Arsenal, Frank McLintock.
Bentuk boleh
sederhana dan tak terlalu besar. Namun, maknanya begitu agung, penuh wibawa dan
sejarah indah pula.
0 komentar:
Posting Komentar